Minggu, 07 Agustus 2016

Percaya Adalah Kelemahan

BY HMI Komisariat Fisipol UGM IN , , No comments



Sebelum kita mulai, beberapa hal yang perlu saya luruskan adalah mengenai konsep percaya. Menurut KBBI, percaya adalah meyakini tentang keberadaan sesuatu. Percaya menurut filsafat (disebut credo), menurut Newberg dan Waldman bahwa “Credo Ergo Sum” (aku percaya maka aku ada).  Percaya adalah dasar eksistensi manusia, jika tidak ada kepercayaan maka tiada pula keberadaan.[1] Termasuk dalam credo ini adalah iman. Iman kepada Tuhan bukanlah salah satu kelemahan yang akan saya bahas dalam tulisan ini, karena penulis sendiri percaya bahwa percaya pada keberadaan Tuhan memberikan rasa cinta dan takut yang sesungguhnya berguna.

Rasa percaya yang penulis maksudkan berbahaya adalah rasa-rasa percaya dalam kehidupan politik dan sosial. Berikut adalah beberapa kepercayaan yang menurut penulis adalah sebuah kelemahan :

1.      PERCAYA BAHWA NEGARA MEMUDAHKAN ANDA
Apakah berarti negara malah menyusahkan anda? Begini, menurut kaum kiri (Marxis terutama) negara adalah alat yang digunakan oleh kaum-kaum borjuis untuk menguasai ekonomi. Ini berarti bahwa dengan adanya negara sebagai bentuk otoritas, hanya akan membuat kaum-kaum proletar semakin tertindas. Pada sisi lainnya, kaum kanan baru (New-Right) mengatakan bahwa negara hanyalah penghalang bagi sistem ekonomi pasar. Banyak regulasi-regulasi yang dibuat oleh negara seperti pajak, batas harga, standar upah, dsb yang menghambat kinerja pasar.

2.      PERCAYA BAHWA ADA NIAT TULUS DALAM POLITIK
Saya selalu mengutip kata-kata Nick Fury dalam film Captain America : Winter Soldier. Samuel L. Jackson yang memerankannya berkata “Cintai manusia, tapi jangan percaya manusia”. Teori pilihan rasional Coleman tampak jelas dalam gagasan dasarnya bahwa “tindakan perseorangan mengarah pada suatu tujuan dan tujuan itu (dan juga tindakan itu) ditentukan oleh nilai atau pilihan (preferensi)”[2]. Secara singkat teori ini menggambarkan bahwa individu, termasuk politisi menggunakan cara hitung ekonomis dalam menentukan tindakannya. Segala tindakan-tindakan aktor politik selalu berbasis untung rugi, gaya politik a la Machiavelli ini selalu bisa kita lihat. Banyak sekali politisi maupun partai politik yang mengabaikan dimensi-dimensi profetik dari politik. Tidak mengherankan jika manuver-manuver politisi selalu menyesuaikan dengan sumber daya yang diperebutkan.

3.      PERCAYA PADA NORMA ATAU ATURAN
Norma terbentuk atas dasar konsensus. Konsensus yang bisa jadi sudah ada sebelum anda terlahir ke dunia. Lalu, atas dasar apa anda harus mematuhi konsensus ini? Merujuk pada teori pilihan rasional di atas, bahwa fenomena makro konsensus terhadap norma ini adalah hasil tawar menawar. Ada aktor yang memaksimalkan keuntungan dengan diadakannya sebuah aturan, aturan juga sengaja dibentuk oleh aktor untuk menekan kerugiannya.

Berikut tadi adalah rasa-rasa percaya yang menurut penulis adalah kelemahan meskipun di awal tadi penulis mengutip “Credo Ergo Sum”, sudut pandang lainnya adalah keraguan. Karena keraguan akan membuat anda terus berpikir. Seperti kata Descartes, “Cogito Ergo Sum” yang artinya aku berpikir maka aku ada.

Ditulis oleh Fatra Yudha Pratama (Mahasiswa Politik & Pemerintahan Fisipol UGM 2014, Kader HMI komisariat Fisipol).

Tulisan ini dimuat dalam blog pribadi penulis di fatrayudhapratama.blogspot.co.id

_______________

[1] M. Joshua, ‘Antara Cogito (Berpikir) dan Credo (Percaya) Untuk Ada (Ergo Sum): Apakah Berpikir dan Percaya Saling Bertentangan?’, Kompasiana (daring), 25 Juni 2015, , diakses 7 Agustus 2016
[2] ‘Teori Pilihan Rasional James S. Coleman’, Mistersosiologi (daring),http://www.mistersosiologi.com/2015/03/teori-pilihan-rasional-james-s-coleman.html, diakses 7 Agustus 2016

0 komentar:

Posting Komentar