Minggu, 04 September 2016

Rangkuman Diskusi "Akademi Merdeka" : Pemuda & Perguruan Tinggi

BY HMI Komisariat Fisipol UGM IN , No comments



“Tanggung jawab seorang akademikus adalah intelektual dan moral.
Ini terbawa oleh tabiat ilmu itu sendiri, yang ujudnya mencari kebenaran
dan membela kebenaran.” –Mohammad hatta

Jum’at (2/9) HMI Fisipol Komisariat UGM menggelar kelas pertama Akademi Merdeka dengan topik “Pemuda & Perguruan Tinggi”. Akademi Merdeka sendiri merupakan forum belajar, terdiri dari rangkaian kelas-kelas yang terbuka untuk umum. Sebagai organisasi  kader, HMI bertumpu pada proses pembelajaran yang memberikan ruang dialektika, pertukaran gagasan, melatih daya kritis serta analisa mahasiswa.

Kelas perdana Akademi Merdeka menghadirkan tema diskusi "Pemuda dan Perguruan Tinggi". Menghadirkan dua pembicara yaitu Bayu Panji Pangestu (alumniFakultas Hukum UGM sekaligus penerima beasiswa Aktivis Nusantara) dan Khaerudin (Pegiat Social Movement Institute).

Diskusi ini diawali dengan pertanyaan mendasar tentang bagaimana posisi dan peranan pemuda serta perguruan tinggi dalam membentuk pergerakan sosial di Indonesia. Masihkah elemen-elemen tersebut bergerak dan memiliki keberpihakan yang kuat untuk memperjuangkan rakyat? Lalu bagaimana strategi gerakan pemuda atau mahasiswa dalam menghadapi perubahan zaman?

Pemuda dan perguruan tinggi dalam catatan sejarah menjadi penentu perubahan sosial. Mahasiswa sebagai bagian dari pemuda dan perguruan tinggi, seringkali dikisahkan begitu heroik hingga menghantarkan bangsa Indonesia menuju babak baru. Mahasiswa juga sering disandingkan dengan kata idealis. Sementara perguruan tinggi adalah tempat menumbuhkan idealisme. Perguruan tinggi pada dasarnya mengajarkan bagaimana cara menggunakan akal untuk berfikir dan mencari kebenaran.

Perguruan tinggi sebagai lembaga keilmuan secara langsung membentuk kalangan terpelajar itu agar mampu mengakses ilmu pengetahuan sebagai modal mengupayakan kondisi yang berkeadilan bagi idealita rakyat. Kegelisahan pemuda untuk menuju kondisi yang dianggap ideal bagi masyarakat pada akhirnya mendorong berbagai gerakan dan aksi.

Karakter dan bentuk pergerakan pemuda telah mengalami perubahan. Dahulu masih banyak pemuda yang dapat dikategorikan dalam karakter idealis, baik itu idealis-konfrontatif maupun idealis-realis. Pasca reformasi sangat jarang karakter idealis ditemui. Kecenderungan karakter mahasiswa atau pemuda saat ini adalah professional, hingga mengarah pada karakter pragmatis dan hedonis.

Tata kelola perguruan tinggi dianggap sebagai salah satu faktor yang membentuk karakter di atas. Pengaruh lainnya adalah perubahan zaman, globalisasi, teknologi dan arus digitalisasi. Tata kelola perguruan tinggi cenderung berorientasi pada kebutuhan pasar. Hal itu ditandai dengan kebijakan kampus yang cenderung dikomersialisasikan. Sistem pembelajaran saat ini dianggap menjauhkan mahasiswa dengan rakyat. Kepekaan mahasiswa terhadap isu-isu di sekitarnya dinilai mengalami penurunan. Imbasnya, kekuatan gerakan mahasiswa dalam mengupayakan perubahan pun mulai terkikis.

Fenomena lain yang ditemui di kalangan mahasiswa adalah dilema untuk menjadi seorang idealis atau realistis.  Ada presepsi negatif ketika sebagian dari mereka hari ini bersikap idealis. Ketakutan muncul ketika mereka sudah berhadapan dengan realita dunia kerja, akankah idealisme masih bisa dipertahankan? Dilema ini mau tak mau menjadi penghalang bagi sebagian mahasiswa agar dapat berposisi sebagai mahasiswa idealis, militan dan membela kepentingan-kepentingan rakyat sesuai nilai-nilai yang dianut sebelumnya.

Sementara itu perubahaan bentuk pergerakan mahasiswa ditandai dengan semakin banyak komunitas-komunitas berbasis minat atau hobi. Sedangkan gerakan mahasiswa berbasis ideologi mengalami kemunduran. Aksi-aksi mahasiswa mulai meninggalkan cara-cara konvensional seperti demonstrasi, aksi mogok, dan sebagainya. Pola transformasi yang diwujudkan oleh beberapa pemuda masa kini lebih banyak beralih melalui aksi-aksi kreatif, inovasi teknologi dan sosial media.

Gerakan mahasiswa serta organisasi mahasiswa lainnya masih menjadi harapan. Dengan catatan gerakan mahasiswa mampu menghadapi tata kelola kampus dan tidak tunduk padanya. Keberpihakan gerakan mahasiswa menjadi penting di kala pembelajaran kampus secara sistematis menjauhkan mahasiswa dari rakyat.

Perlu diingat, gerakan mahasiswa mau tidak mau harus mengikuti semangat zaman. Pola pergerakan  harus dibangun secara partisipatif. Inovasi pola kaderisasi dan metode pergerakan jelas menjadi keharusan. Jargon-jargon ideologi dan aktivitas yang berkutat pada teori perlu ditempatkan sesuai porsinya. Sementara kebutuhan saat ini, gerakan mahasiswa harus mampu memulainya dari realitas atau isu yang sedang dihadapi oleh rakyat. Kemampuan berjejaring, metode gerakan yang kreatif dan keterbukaan perlu dikembangkan untuk mengupayakan perubahan yang nyata.

Terakhir,  meski dihadang berbagai perkembangan zaman, hal esensial yang tidak boleh dihilangkan dari mahasiswa adalah tanggungjawab keilmuannya untuk berpihak dan mengabdi pada kebenaran dan keadilan. Usaha mewujudkan transformasi tetap harus menjadi orientasi utama bagi gerakan mahasiswa. Sementara strategi dan metode dalam mengupayakannya dapat dikembangkan secara terus menerus sesuai perkembangan zaman tanpa melupakan esensinya.

0 komentar:

Posting Komentar