Selasa, 02 Agustus 2016

Rangkuman Diskusi Online : Analisa Reshuffle Kabinet Kerja

BY HMI Komisariat Fisipol UGM IN , , , No comments


Pada Jumat, 29 Juni 2016 kami anggota HMI komisariat Fisipol UGM mengadakan diskusi melalui media sosial Line. Diskusi ini diadakan atas respon kami melihat fenomena reshuffle kabinet kerja Presiden Jokowi Jilid II. Pada awalnya kami memperhatikan reshuflle kali ini secara umum--adanya manuver politik yang dilakukan oleh Presiden Jokowi yang seolah-olah ingin mengamankan jalannya roda pemerintahan. Masuknya nama-nama baru dalam kursi menteri adalah cara presiden untuk mengamankan kegaduhan dalam pemerintahan. Stabilitas politik jelas modal utama mengejar target pertumbuhan ekonomi.
Ditambah momentum reshuffle ini tentunya merupakan konsekuensi dari bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) dan Golongan Karya (Golkar) ke poros koalisi pemerintahan. Pertanyaan pertama timbul sebegitu besarkah peran partai dalam pemerintahan? Sangat kita pahami bahwa dukungan partai sekaliber PAN dan Golkar cukup vital bagi kelangsungan kekuasaan eksekutif. Jika kita berkaca efek bergabungnya PAN dan Golkar ke poros pemerintahan. Maka kekuasaan legislatif akan semakin bisa dikendalikan. Karena mayoritas kursi di Legislatif yaitu delapan partai dengan total lebih dari separuh sudah dikondisikan oleh partai poros pemenang eksekutif.

Kemudian dalam aspek kebijakan jelas fokus utama dari pemerintahan ini adalah meningkatkan laju perekonomian nasional. Terlihat dari mayoritas menteri yang direshuffle berhubungan erat dengan aspek perekonomian. Namun kami melihat komposisi yang ditawarkan oleh reshuflle kabinet ini hanya menawarkan stabilitas ekonomi semu. Reshuflle kabinet kali ini seolah-olah memberikan tanda bahwa Indonesia adalah negara yang potensial bagi para investor. Pemerintahan hanya fokus terhadap pertumbuhan ekonomi dengan mengharap kepada investasi asing. Analisa tersebut berangkat dari bergabungnya Sri Mulyani yang telah berkecimpung di perbankan internasional serta pola kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan investasi asing daripada meningkatkan potensi ekonomi dalam negeri. Tentunya pemerintah harus mengetahui bahwa menggenjot pertumbuhan ekonomi, mendorong investasi besar-besaran bukan jalan yang adil bagi rakyat. Apalagi ketika investasi melahirkan konflik-konflik agraria dan kerusakan lingkungan.

Pada akhirnya kami menyimpulkan bahwa perombakan kabinet ini adalah upaya jokowi memperoleh legitimasi politik dan mengakomodasi kepentingan perekonomian disekelilingnya. Perombakan kabinet kami pandang tidak lain dari transakasi politik Jokowi dengan kekuatan politik yang baru saja menyatakan dukungan untuknya. Kecenderungan bagi-bagi kursi dan membuat suasana adem ayem lebih menonjol dibandingkan dengan memperbaiki kinerja. Catatan tambahan dari kami adalah stabilitas politik dan perekonomian memang hal yang dijanjikan dalam momentum ini. Namun, tentuya tidak ada kepentingan tanpa syarat. Kepentingan yang saling bersinggungan pasti akan terjadi dalam koalisi besar kali ini. Jokowi harus bisa mengkondisikan kepentingan-kepentingan tersebut suatu hari nanti. Stabilitas politik bisa terjadi ketika kompromi antar kepentingan menghasilkan keuntungan di masing-masing pihak. Tetapi, kegaduhan politik justru akan semakin besar potensinya ketika banyaknya kepentingan dalam tubuh kabinet tak terpuaskan.



0 komentar:

Posting Komentar