KONFLIK AGRARIA DAN AMANAH ATAS BUMI YANG KITA TINGGALI
Faizal Akbar, Ketum HMI Komisariat Fisipol UGM
“ Jangan sampai tanah itu hanya dikuasai dan dinikmati oleh sekelompok kecil yang memiliki kekayaan dan kekuasaan saja… “ ( QS. Al-Hasr: 7).
Saya yakin kita semua sudah mengetahui kasus penolakan warga Rembang terkait pembangunan pabrik Semen di Pegunungan Kendeng, apalagi di media sosial sudah banyak propaganda dengan hashtag #Saverembang dan penyelenggaraan nonton dan diskusi film Samin vs semen. Jika sebatas tahu sepertinya kita sudah banyak yang tahu. Akan tetapi saya yakin tidak semua dari kita mengerti dan paham perihal kasus tersebut, jika kasusnya kita tidak paham bagaimana menjawab seruan untuk turun aksi. Rasul bilang Jangan mengikuti sesuatu kecuali dengan ilmunya.
Tulisan ini adalah pengantar dalam melihat kasus konflik agraria melalui landasan Fiqh dan momentum-momentum dimana rakyat telah dizholimi, agar yang sudah paham dan tahu untuk mulai segera bangkit dan bergerak sesuai dengan hati nuraninya. Bagi yang belum paham, untuk segera meningkatkan pemahamannya terkait permasalahan pendirian pabrik semen dan secara umum terhadap konflik yang berkaitan dengan ekologi dan agraria disekitar kita. ini adalah seruan kesukarelaan terhadap pribadi masing-masing. Tanggung jawab menjaga alam ini bukan menjadi tugas organisasi atau gerakan apapun, namun menjadi tugas kita sebagai umat muslim, karena alam yang kita nikmati sekarang ini merupakan amanah dari Allah yang harus kita jaga.
Kasus Rembang hanyalah salah satu narasi kecil dari maraknya perusakan alam dan perenggutan tanah yang terjadi di Indonesia. Kita sudah sering mendengar kasus Jogja asat, Jogja ora di dol yang lokasinya berada di sekitar kita dan sering kita lewati. Sedikit jauh ada juga konflik tambang pasir besi dan konflik pembangunan bandara di Kulonprogo. Selain itu lebih jauh lagi ada kasus Watuombo, Urutsewu, kasus PTPN di Takalar dan masih banyak lagi yang semuanya berkaitan dengan ekologi dan agraria. Laporan tempo menyebutkan bahwa dalam setahun negeri ini mengalami 173 konflik agraria dan sudah ada 3 orang yang meregang nyawa[1].
Jika sudah menonton film Tjokroaminoto di dalam salah satu adegan rapat SI (Sjarikat Islam) terjadi perdebatan seru terkait isu yang akan dibawa oleh SI sebagai agenda perjuangan gerakan. pengurus SI saat itu terbelah antara Agus Salim yang mendukung untuk mengangkat isu pendidikan dan Semaoen yang mengangkat isu agraria. Akhirnya perdebatan tidak menemukan titik temu dan masing-masing berjuang dengan isunya sendiri.
Adegan tersebut memberikan kita suatu refleksi bahwa permasalahan agraria akan selalu ada sepanjang sejarah peradaban manusia, apalagi jika diiringi dengan ketamakan yang bermodal besar. Kenapa konflik agraria terus saja terjadi? Karena bumi yang Allah berikan kepada Kita ini terbatas. Sudah sunnatullah jika manusia akan terus berkembang dan membutuhkan tanah yang lebih luas, menjadi tidak sunnatullah adalah ketika sedikit manusia merebut dengan paksa tanah dan hak orang lain dan merusak alam demi kepentingan sedikit orang. Jika begitu, maka dzalim namanya, yaitu mengambil atau menempatkan sesuatu yang bukan haknya Padahal tanah, bumi dan seisinya adalah milik Allah.
.
Bagaimana Islam Mengatur Konflik Agraria.
Dalam Fiqh pertanahan (fiqh Al-ardli) Islam menyebutkan bahwa ada dua kategori tanah, yaitu:
1. Tanah yang dimiliki (aradl mamlukah), dan dibedakan menjadi dua macam tanah. Pertama tanah yang didayagunakan atau tanah produktif (aradl amirah), seperti untuk pertanian perkebunan atau fasilitas umum. Kedua, tanah Kosong, belum diolah (aradl ghomiroh), dengan sebab seperti apapun seperti tanah yang kesulitan irigasi atau belum ada jalur transportasi.
2. Tanah yang bebas (aradl muhabah) yang belum ada pemiliknya atau penggarapnya. Jenis tanah ini ada dua macam yaitu : pertama, tanah yang berada di sekitar pemukiman, yang diperlukan oleh penduduk untuk kepentingan bersama. Sumber mata air, lahan untuk kuburan dan lahan untuk menggembala. Kedua, tanah yang belum digarap oleh siapapun dan tidak menjadi penyangga pemukiman dan barangkali dapat disebut sebagai tanah negara (amlak addaulah al’ammah)[2]
Berdasarkan konsep tersebut, pegunungan kendeng dapat disebut sebagai tanah yang bebas (ardl muhabah). Tanah bebas tersebut dapat digunakan oleh masyarakat yang berada di sekitar pegunungan dimana masyarakat memanfaatkan tanah-tanah di sekitar pegunungan untuk ditanami. Sumber air yang mengalir dari pegunungan tersebut menjadi sumber utama untuk mengairi sawah-sawah penduduk. Berkaitan dengan tanah bebas Islam telah mengatur mengenai teori kepemilikannya dengan sangat jelas.
Dalam fiqh muammalah ada 4 teori sebab-sebab kepemilikan yang pertama disebut dengan al-Mubahat yang artinya harta bebas, kemudian, al-aqd (kontrak), al-Khalafiyah (penggantian) dan al-Tawallud (berkembang biak).
Dalam konteks ini kita akan membahas al-mubahat (harta bebas), harta ini salah satu contohnya adalah sumber Air, ikan di laut, dan hewan buruan di hutan. Manusia dapat mengambilnya dengan bebas tanpa memerlukan izin khusus, kecuali jika menyangkut hukum-hukum dunia, contohnya ikan di laut tanpa perlu mempertanyakan status kepemilikan dari ikan tersebut. Harta bebas tersebut adalah milik Allah dan diperuntukan bagi umat manusia..
Al-mubahat bisa dikuasai asal dilakukan dengan cara yang lazim dan diperuntukan bagi kemashlahatan orang banyak. Upaya pemilikan suatu harta melalui Istilah al-Mubahat harus memenuhi dua syarat; Satu, tidak ada pihak lain yang mendahului nya dalam menguasai harta tersebut. Dalam hal ini berlaku kaidah, “barangsiapa lebih dahulu menguasai harta bebas, maka sungguh ia telah memilikinya”. Kedua, penguasaan harta tersebut dilakukan untuk tujuan dimiliki. Menangkap ikan dari laut lalu dilepaskan di sungai, menunjukkan tidak adanya tujuan untuk memiliki. Dengan demikian, status ikan tersebut tetap sebagai al-mubahat. Contoh lainnya, terkait sumber air, siapa yang menemukan airnya maka ia memiliki hak untuk mempergunakan air tersebut, namun sumber mata airnya adalah tetap milik Allah.
Pegunungan kendeng yang tersusun atas batuan karst, kapur dan gamping yang merupakan bahan baku untuk pembuatan semen ternyata memiliki daya tampung air di daerah Cekungan air tanah watuputih yang menjadi sumber dari pengairan sawah para petani di daerah tersebut. Sehingga jika pegunungan tersebut di dirikan pabrik semen diperkirakan akan mengganggu keberlangsungan sumber air dan ekosistem di pegunungan karst[3]. Maka jika merujuk pada sebab-sebab kepemilikan harta bebas, negara atau pemerintah bisa menguasai harta bebas dengan syarat : pertama, belum ada pihak lain yang sudah menguasai pegunungan kendeng tersebut. Kedua, Tanah tersebut dapat dikuasai dengan syarat membawa kemashlahatan bagi masyarakat. maka penguasaan tanah tidak boleh mendzhalimi masyarakat atau pihak lain.
Allah Befirman,
“ Jangan sampai tanah itu hanya dikuasai dan dinikmati oleh sekelompok kecil yang memiliki kekayaan dan kekuasaan saja… “ ( QS. Al-Hasr: 7).
Kemudian dalam ayat yang lain
“dan janganlah kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 188)
SK Gubernur Jateng yang digugat bernomor 668.1/17 tahun 2012, tentang izin lingkungan kegiatan penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) dapat ditafsirkan juga sebagai produk dari ‘hakim’ yang artinya pembuat keputusan atau kebijakan. Maka jika merujuk firman Allah di atas, dapat kita analisis. Pertama, pegunungan kendeng yang menjadi lahan pendirian pabrik semen merupakan sebagian harta warga Rembang karena merupakan sumber air utama untuk pengairan sawah, dimana sawah merupakan sumber penghasilan utama dari masyarakat yang bertani di sekitar pegunungan Kendeng.
Kedua, wacana kesejahteraan yang ditawarkan oleh pihak semen terhadap masyarakat pegunungan kendeng, pertama disebutkan bahwa pabrik semen dapat menyerap banyak tenaga kerja dari masyarakat untuk menggantikan pekerjaan mereka dalam bertani. Logika ini terbantahkan karena pabrik semen merupakan industri padat modal dimana industri dengan tipe tersebut akan membutuhkan SDM yang berkualitas tinggi, sementara masyarakat disana rata-rata berpendidikan menengah kebawah. Maka karena rendahnya tingkat pendidikan warga di sekitar pegunungan kendeng tersebut, akan sangat kecil kemungkinannya untuk diserap sebagai tenaga kerja bagi industri padat modal yang notabene memerlukan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan tertentu. Sehingga adanya pabrik semen hanya akan dinikmati oleh sebagian kecil orang yang berpendidikan tinggi dan bukan penduduk sekitar yang terkena dampaknya.
Berlandaskan hal tersebut, maka saya bertanggung jawab secara pribadi untuk mensyia’arkan hal ini. Saya tuliskan secara kronologis konflik yang menjadi pemicu urgensinya isu ini. Harapannya tulisan ini dapat memecut jiwa kita semua terkait amanah yang diberikan Allah untuk Manusia yaitu berupa Alam ini. Kita harus yakin bahwa Islam hadir sebagai agama Rahmatan lil Alamin, yang artinya Islam hadir sebagai rahmat bagi sekalian alam, jadi tidak hanya bagi manusia, tapi seluruh Alam raya ini, termasuk bumi, air dan seisinya.
Geruduk UGM Yang Menyalaka Api Pergerakan
Jujur saja saya mengetahui kasus tentang Pembangunan pabrik semen ini sejak 2013. Saya baru betul-betul memahami dan ikuti sekitar dua minggu belakangan. Momentum yang menyadarkan saya tersebut terjadi pada 19 maret 2015 ketika warga sekitar pegunungan kendeng utara sebanyak tiga truk yang terdiri dari ibu-ibu dan bapak-bapak menggeruduk UGM. Mereka menuntut pertanggung Jawaban atas pernyataan dua orang saksi ahli yaitu pakar hidrologi dan karst dari UGM yang intinya menyatakan –dengan legitimasi ilmiah- bahwa pegunungan kendeng aman untuk ditambang dan sumber air tidak akan terganggu.
Pintu kampus akhirnya dibuka untuk menerima perwakilan dari warga yang aksi dan sebagian dari aktivis mahasiswa berada disitu untuk bermediasi dengan wakil rektor bidang kerjasama alumni Dr. Paripurna Suganda dan Wakil rektor bidang Pengabdian masyarakat Prof. Dr. Suratman. Hasilnya adalah akan dibentuk tim independen yang beranggotakan sejumlah dosen dan mahasiswa untuk mengkaji laporan dari warga Rembang tersebut terkait dua dosen ahli yang berinisial HH dan EH dari tanggal 1 sampai 10 April 2015.
Tim tersebut bertugas mengkaji apakah kesaksian dua dosen tersebut melakukan pelanggaran atau tidak terutama terkait etika seorang ilmuan yang memberikan kesaksian objektif dan berdasarkan fakta di lapangan[4]. Namun, dalam komunikasi selanjutnya, muncul kesaksian yang tidak sesuai dengan asas kepatutan saksi ahli, antara lain memberikan kesaksian yang dapat mengarahkan pada satu kesimpulan tertentu, padahal keduanya tidak melakukan penelitian langsung di Rembang[5]. Kabarnya akan diberikan sanksi kepada kedua dosen tersebut oleh UGM.
Terbentuknya Aliansi
Aksi dari warga Rembang tersebut telah berhasil meletupkan api pergerakan mahasiswa di Jogjakarta sehingga terlahirlah Aliansi Mahasiswa Jogja Peduli Rembang (AMJPR). Mereka adalah para mahasiswa yang berasal dari UGM, UIN, UNY, UII, UMY, dan UAD yang selama ini tertarik dengan isu-isu ekologi-agraria[6]. Orang-orangnya rata-rata memiliki latar belakang aktivis dari berbagai gerakan mahasiswa seperti GLI, GMNI, PMII, IMM dan HMI.
Selama ini mereka telah mengadakan berbagai diskusi terkait pembangunan pabrik semen di kendeng utara dan sudah menyelenggarakan nonton bareng dan diskusi video dokumenter “samin vs semen” yang menjadi penarik bagi mahasiswa yang lain. Selanjutnya aliansi melakukan berbagai kegiatan seperti pengawalan tim independen, aksi turun ke jalan, menulis di berbagai media online maupun media cetak milik sendiri, menginiasi sekolah ekologi-agraria dan bahkan literasi press sudah akan menerbitkan buku dangan judul '#RembangMelawan". Agenda selanjutnya adalah berpartisipasi dalam aksi 16 April 2015 di Semarang untuk mengawal keputusan akhir dari PTUN Semarang terkait gugatan petani Rembang dan Walhi terhadap P.T. Semen Indonesia.
Titik Nadir Ekologi dan Agraria
Pada hari Kamis, 16 April 2015 pukul 7.00 pagi sebagian aktivis aliansi bertolak ke Semarang untuk bersama-sama warga dari 7 kabupaten di rembang aksi di PTUN Semarang. Aksi tersebut untuk mengawal keputusan dari PTUN semarang terkait aduan dari Walhi dan warga pegunungan kendeng untuk menolak izin rencana pembangunan pabrik semen di kendeng utara. Dengan gugatan pembangunan pabrik semen akan merusak ekosistem dan sumber mata air di watu putih, yaitu sumber air dari areal pesawahan warga Kendeng dan sekitarnya.
Di Semarang sudah berkumpul massa yang menolak pabrik semen berjumlah ratusan ternyata yang berasal dari warga Rembang, Berbagai Organisasi mahasiswa dan aktivis LSM. Ketika sampai di depan PTUN mereka ternyata sudah disambut dengan kehadiran sekitar 200 orang massa pendukung pabrik semen yang melakukan do’a bersama. Kepolisian mensiagakan 500 personelnya dan membuat barikade yang memisahkan warga pro semen dan kontra agar tidak terjadi bentrok. Situasi sempat memanas menjelang dibacakannya keputusan PTUN namun kembali kondusif.
Keputusan telah dibacakan dan ibu-ibu dari Rembang keluar dari pengadilan dengan tubuh lunglai dan berurari air mata. Ya, keputusan hakim adalah menolak tuntutan Walhi dan warga Rembang, dengan dalih aduan tersebut sudah kadaluwarsa, dalam artian sudah lebih dari 90 hari sejak izin diberlakukan. Keputusan hakim ini walaupun jauh dari substansi yang menjadi tuntutan warga terkait perusakan ekosistem namun menjadi asas legal-formal bagi pendirian pabrik semen dengan kapasitas 3 juta ton pertahun dan akan mulai beroprasi pada 2016[7]. Komentar dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang mengatakan bahwa warga Rembang untuk legowo menerima keputusan pengadilan[8] semakin menambah beban dan keterpurukan akan harapan dari warga Kendeng Utara untuk memperjuangkan sawah dan sumber air sebagai sandaran penghidupannya.
Referensi
Anonim (2012). Setahun 173 kasus konflik agraria tiga tewas. laporan http://www.tempo.co/read/news/2012/12/12/063447800/Setahun-173-Kasus-Konflik-Agraria-Tiga-Tewas
Anonim (2014) Massa Pro dan kontra pendirian semen di Rembang dihadang barikade Polisi. http://kriminalitas.com/massa-pro-dan-kontra-pendirian-semen-rembang-dihadang-barikade-polisi/
Apriando, Tommy (2015). Apa yang hilang jika pegunungan kendeng di tambang. http://www.mongabay.co.id/2015/01/27/apa-yang-hilang-jika-pegunungan-kendeng-di-tambang/ diakses pada 17/5 pukul 00.00
Ardianto, Hendra Try (2015). Disatukan Darurat Ekologi, Audiensi Peduli Rembang Lahir. http://literasi.co/Disatukan-Darurat-Ekologi-Aliansi-Peduli-Rembang-Lahir diakses pada 17/4 pukul 00.32
Saputra, andi (2015). Dosen UGM terancam sanksi karena melintir fakta di Pengadilan. Berita. http://news.detik.com/read/2015/04/16/105802/2889013/10/2-dosen-ugm-terancam-sanksi-karena-melintir-fakta-di-pengadilan diakses pada 16/5 pukul 10.41
Utomo, setyo S.H, M.Hum (___) Penyelesaian sengketa agraria dan model-model penyelesaiannya. Artikel online dapat dilihat di. http://supremasihukumusahid.org/attachments/article/107/%5BFull%5D%20Penyelesaian%20Sengketa%20Agraria%20Dan%20ModelModel%20Penyelesaiannya%20%20Setyo%20Utomo,%20SH,%20M.Hum.pdf. Diakses pada 17/5 pukul 7.31
Media Cetak
Kompas. Kamis, 16 April 2015. “UGM Kaji Sanksi bagi dua dosen”
[1] Lihat http://www.tempo.co/read/news/2012/12/12/063447800/Setahun-173-Kasus-Konflik-Agraria-Tiga-Tewas diakses pada 17/4 pukul 7.02
[2] Utomo, setyo S.H, M.Hum (___) Penyelesaian sengketa agraria dan model-model penyelesaiannya. Artikel online
[3] Lihat Apriando, Tommy http://www.mongabay.co.id/2015/01/27/apa-yang-hilang-jika-pegunungan-kendeng-di-tambang/ diakses pada 17/5 pukul 00.00
[4] Kompas. Kamis, 16 April 2015. “UGM Kaji Sanksi bagi dua dosen”
[5] Lihat,http://news.detik.com/read/2015/04/16/105802/2889013/10/2-dosen-ugm-terancam-sanksi-karena-melintir-fakta-di-pengadilan diakses pada 16/5 pukul 10.41
[6] Lihat http://literasi.co/Disatukan-Darurat-Ekologi-Aliansi-Peduli-Rembang-Lahir diakses pada 17/4 pukul 00.32
[7] Lihat http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/614803-pabrik-semen-di-rembang-ditarget-selesai-2016
[8] http://www.merdeka.com/tag/g/ganjar-pranowo/ganjar-minta-warga-rembang-terima-apapun-hasil-sidang-ptun.html